Selasa, 04 Januari 2011

manis, asem, asin dan pedasnya cinta


Langit adalah seorang pemuda penjual rujak keliling.Di siang ini, ia menjajakan rujaknya di wilayah perumahan sederhana. Terik matahari yang menyengat seakan tak dirasakan lagi olehnya, mungkin karena tubuhnya telah terbiasa mengecap panasnya dunia.
“rujak.. rujak.. rujakkk..” begitu teriaknya menjajakan dagangannya. Ia berkeliling sepanjang jalan.
“bang… beli rujaknya!” terdengar panggilan seorang wanita dari belakang. Sekejap saja langit berhenti dan menoleh kearah asal suara itu. Tertagum dan terpesona sambil berucap didalam hatinya “subhanallah.. sungguh hampir sempurna tuhan menciptakan makhluk yang seindah itu, bagaikan embun pagi yang menyegarkan mata .” ucapnya kagum.
Ternyata wanita itu adalah Bening, seorang wanita dengan paras cantik,berkulit kuning langsat dibalut senyuman manis dan gigi gisungnya.
“bang beli rujaknya tapi jangan ada bengkoang nya ya?” ucapnya . Tersadar langit dari kagum mendadaknya.
“ o. iya, akan saya buatkan. Mbak gak suka bengkoang ya?”
“iya, saya kurang suka bengkoang..” jawab Bening.
Sambil membuatkan pesanan, Langit coba beranikan diri meminta berkenalan dengannya, dengan tersenyum bening menyambutnya.

Bayang wajah wanita itu kini hadir dilamunan Langit.
Keesokan harinya, Langit kembali menjajakan rujaknya didaerah tempat tinggal Bening. Di waktu yang sama Langit sampai disana, ternyata Bening juga lagi diberanda rumah. Dan seperti kemarin, Bening pun kembali membeli rujak dagangannya. Seakan telah dipersiapkan sebelumnya, kini Langit menyisihkan waktu lebih lama untuk bercakap-cakap dengannya. Ternyata tak Cuma wajahnya yang cantik, tapi juga hati dan tutur katanya yang lembut membuat Langit hampir lupa bahwa ia harus kembali berjualan saat itu.
Dihari berikutnya, Langit datang berjualan kesana lebih cepat sekedar untuk menitipkan secarik kertas berisikan puisi di beranda rumahnya Bening.

“ Wahai sang mentari
Redupkan sinarmu disaat terik menyengat kedalam kulitnya.
Wahai semilir angin…
Hembuskan kesejukan ditiap lekuk jiwanya yang gerah.
Wahai sang waktu...
Berikan kemudahan dan warna indah ditiap detik langkahnya. “

Hampir setiap pagi, langit menitipkan lembar demi lembar untaian puisi yang dia rangkai sendiri.
Bening membaca tiap puisi, dan bisa menebak kalau itu semua adalah langit yang membuatnya.
Awan tampak mendung dimalam itu. Langit memberanikan diri untuk datang sekedar bertamu kerumah Bening.Tampak sebuah mobil kijang silver yang terlihat mewah telah parkir lebih dahulu dihalaman depan rumah. Tak mau berpikiran negatif, Langit segera memarkirkan sepeda motornya.
“assalamualikum… “ ucap langit.
“walaikumsalam…” sahut dari dalam. Ternyata Bening yang membukakan pintu dan mempersilahkan masuk. Namun ternyata tlah ada seorang cowok yang kelihatan sebaya dengan Langit, telah duduk diruang tamu. Bening memperkenalkan Langit dengannya. Cowok itu adalah “ Rain” pacarnya Bening. Mereka telah 2 tahun berpacaran.
Rasa tak betah untuk berlama-lama, Langit pun segera berpamitan untuk pulang.

Setelah malam itu, Langit mulai jarang berjualan didaerah tempat tinggal Bening. Bukan karena benci, tapi sekedar berusaha untuk menepiskan rasa dihatinya sendiri.

Suatu sore Bening mengalami kecelakaan, ia tertabrak mobil diperjalanan pulang. Meski hanya mengalami luka luar yang ringan, tapi benturan yang terjadi telah mengakibatkan luka dalam yang cukup serius. Dokter menyatakan bahwa telah terjadi benturan ditulang belakang nya sehingga mengakibatkan kelumpuhan.
Seakan diselimuti kabut pekat, vonis dokter tersebut seolah membuat separuh dari hidupnya hilang.
Kedua orang tua nya pun terpukul atas kejadiaan itu. begitu pula Rain dan Langit saat mendengar kabar tersebut.
Di saat kesendiriannya diruang inap rumah sakit, Bening menerima telepon dari Rain.
“kring… kring.. ‘ dering handpone Bening.
“hai sayang..” ucap bening saat menjawab telpon.
“ hai.. gimana keadaannya da baikkan?”
“udah..”
“baguslah.. oya, maaf ya mas gak bisa nemenin hari ini soalnya masih ada kerjaan kantor yang belum selesai”
“o.. yaudah gak papa.”jawab Bening.
“oya, ada suatu hal yang mas harus sampaikan padamu ning,” ucap rain dengan nada rendah.
“ Ada pa sayang, kelihatannya serius banget..” sahut Bening.
“ini berkaitan dengan hubungan kita, mas tidak bisa lagi menemani dan menjaga cinta kita. Karena ada suatu alasan yang sulit untuk mas jelaskan. Pastinya ini menyakiti hatimu, tapi mungkin inilah yang terbaik untuk kita saat ini. Mas hanya bisa meminta maaf kepada mu” ungkap rain.
Sejenak Bening terdiam mencoba berpikir dan memahami, lalu ia berkata “tak perlu mas jelaskan, aku mengerti apa alasan mas. Bila itu memang inginmu,maka ku berterima kasih atas perhatian dan cinta yang tlah mas beri selama ini, karena aku pun menyadari kalau kini aku tak sepantas dulu..” Bening menutup teleponnya diiringi tetes air mata yang membasahi pipi nya.

Dunia pun seakan ikut merasakan perih hatinya, hingga awan menurunkan hujan sebagai petanda rasa simpatik mereka.
Setelahnya, bening hanya berdiam menatap hujan dari balik jendela kamar rumah sakit sambil berusaha menahan tetesan air mata yang seakan tak mampu untuk berhenti menetes.
Ditengah kebisuan dunianya, terdengar lirih suara dari arah pintu kamar ruangan.
“Jangan memandangi hujan dengan air mata, karena mereka sudah cukup basah.. tapi pandangi dengan tatapanmu yang paling indah. Karena hujan kan segera reda dan awan mendung segera tiada, lalu saatnya muncul langit biru yang indah dengan warna-warni pelangi yang mempesona ”. sentak bening menoleh kearah pintu dimana suara itu berasal. Ia terkejut,ternyata kata-kata itu di ucap oleh langit yang sambil berjalan menghampiri dirinya.
“ hai.. aku membawakan rujak kesukaan kamu. Walau tanpa bengkoang, mereka akan tetap dinamakan rujak. Begitu halnya ketulusan perasaanku kepadamu.” Ungkap langit sambil duduk di sebelah bening.
Bening hanya mampu memberi senyum, saat kesedihan dan kebahagian harus datang bersamaan..



nur efendi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar