Kamis, 10 Februari 2011

emas dalam kantong-kantong

Emas dalam kantong-kantong
Bertumpuk tiap pergantian waktu
Tak berkurang karena tak dibuang
Disimpan mungkin tuk nanti mati

Si Otong datang meminta belas kasih
Tuan pemilik tak jua bermurah hati
Walau tamunya tak makan berhari-hari
Ia tak peduli, hartanya untuk nanti

Emas dalam kantong-kantong
Tuan pemilik hanya membelai dan memoles
Diluar, si Otong kurus dengan perut kosong
Meminta sedikit gulai dan roti oles

Kotak tinggalnya telah cukup besar
Emasnya mulai mendesak keluar
Ditutup dengan temberang agar tak tersebar
Lalu tutup mata tak peduli diluar siapa?

Emas dalam kantong-kantong
Tuan pemilik mulai gusar dan risau
Kemana melangkah ada orang
Emas miliknya mulai berkurang

Tuan pemilik mulai kacau
Ia tuduh si ‘hitam’ mencuri
Sebab hanya dia yang selalu mengikuti
Di kantor, di mall, di kamar, bahkan saat mandi

Emas dalam kantong-kantong
Tuan pemilik tak sadar diri
Ia menuduh dan memaki bayangan sendiri
Keluarga bersedih, tuan mati gila sendiri!

hukum disuap jadi sulap


Hukum seperti permainan sulap dikala ia disuap. Sesuatu yang seyogya nya salah, dapat di ubah sekejap saja menjadi benar. Aksi para pesulap hebat pun dimainkan dalam menaklukkan hukum. Tak banyak yang dapat dilakukan rakyat kecil di negara ini saat orang-orang berduit dan berjas hitam memainkan aksinya. Kita hanya mampu menonton pertunjukkan yang mereka suguhkan.
“mmm… pertunjukkan hebat yang mengorbankan rakyat sebagai penonton yang dipaksa menahan perih dibalik ketakjuban!”

Bagaimana aksi pesulap hukum yang mampu mengambangkan suatu kasus besar tanpa ada penyelesaian. Semua dibuat bertanya-tanya
“bagaimana bisa?”
“siapa yang salah?”
“bagaimana akhirnya?”
Mungkin mereka terinspirasi atas aksi Illusionis Criss Angel yang mampu berjalan diatas air. Rakyat pun dibuat takjub tapi mereka tak bertepuk tangan, hanya mengelus dada atas sikap para penegak hukum.

Lain lagi aksi pesulap hukum yang satu ini. Bagaimana kehebatannya yang mampu melenyapkan uang rakyat yang diamanatkan kepada nya. Tanpa tirai hitam, hanya menggunakan telepon untuk melobi dan sebuah tanda tangan abstrak maka semua uang bisa beralih tempat kedalam kantongnya yang sebesar brankas.
Tak hanya itu, aksi menembus temboknya juga adalah salah satu aksi yang ramai dibicarakan. Ia mampu keluar dari penjara bertembok bata dan berjeruji besi lalu berkeliling dunia dan akhirnya kembali tanpa merusak gembok dan tembok.
Sungguh aksi yang menakjubkan dan menghinakan hukum dinegara ini. Mungkin saja dia adalah David Copperfield masa kini.

Bagaimana pula aksi pesulap hukum yang lain lagi. Seperti wanita ini, ia mampu bertahan hidup dan berkegiatan tak seperti seorang narapidana lainnya. Penjara yang selama ini dianggap sebagai neraka dunia, kini mampu dibuatnya menjadi tempat tinggal yang nyaman. Ia bisa mendapatkan fasilitas mewah seperti perawatan kecantikan, kulkas, ac, toilet duduk yang bersih, kasur yang empuk bahkan dapat mengadakan rapat mingguan. Semua itu sungguh berbeda dengan apa yang didapat oleh narapidana wanita lainnya yang harus menikmati ruang penjara yang lembab dan toilet yang seadanya bahkan harus berbagi tempat tidur dengan tikus gelandangan.
Mungkin saja pesulap wanita yang satu ini mendapatkan pelatihan dari Magician Criss yang mampu bertahan walau dikubur hidup-hidup didalam tanah.


Aksi bertukar tubuh juga merupakan aksi terbaru para pesulap hukum. Bagaimana aksi sulap yang dengan mudah mengganti dirinya yang seharusnya di dalam sel dengan tubuh orang lain yang tidak bersalah.
“di kemanakan hukum itu?”
Mereka hanya tersenyum sambil mengibaskan jubah dan menghilang begitu saja.
Ketakjuban akan kehebatan mereka, sempat membuatku bertanya
“apa rahasianya?”
“itulah sulap, jika kau tau rahasianya maka bukan sulap lagi namanya” jawab mereka.

Ironis sekali aksi para pesulap hukum negeri ini. Rakyat dipaksa membeli tiket hanya untuk menyaksikan pertunjukkan pedih. Setiap kali para pesulap hukum itu beraksi, maka berulang kali rakyat tersakiti. Uang rakyat yang seharusnya buat makan keluarga, mereka curi sebagai upah atas aksi sulap yang merea suguhkan.

hakekat di kerajaan bundar

Hingar bingar di sebuah istana yang tinggi menjulang di langit , berada di atas hamparan negeri kekuasaan raja MATAHARI yang di kenal tegas dan wibawa.
Dari balik gerbang istana terdengar suara gaduh yang tak lain berasal dari kerumunan penduduk yang saling berdesakan untuk dapat masuk kedalam istana dan menemui sang raja.
Masing-masing mereka telah membawa berbagai keluhan yang sudah di pikul jauh dengan berjalan kaki, hanya untuk sekadar mengadu kepada baginda besar raja MATAHARI pemimpin negeri atas apa yang sedang mereka alami.
Muncul dihadapan raja, salah seorang hulubalang kerajaan menyampaikan sebab kegaduhan yang terjadi di luar gerbang istana.
“ Sujud hamba yang mulia, adapun sebab kegaduhan yang terjadi di luar istana adalah kerana banyaknya penduduk yang berdesakan ingin masuk untuk bertemu dengan baginda raja sekedar menyampaikan keluhan mereka” Lapor hulubalang.
“ Wahai pengawalku, ijinkan mereka masuk menemuiku satu persatu dimulai dari penduduk pelosok wilayah tertimur kerajaanku” Titah sang raja.
Hulubalang pun segera melaksanakan titah sang raja.

Dihadapkan kepada sang raja seorang penduduk dari wilayah tertimur kerajaannya.
“ Sujud hamba yang mulia, hamba adalah BAKAU. Mulanya kami adalah rumpun penduduk yang berdiri tegak di pinggiran pantai dengan tangan-tangan kami menjalar Jauh merasuk kedalam endapan lumpur hingga mampu menahan ganasnya terjangan ombak lautan. Rimbunnya rambut hijau kami menjadi naungan tempat tinggal para tetangga untuk dapat berkembang biak. Namun ketenangan dan kedamaian kami mulai terusik sejak hadirnya pendatang baru yang menamai diri mereka MANUSIA.
Senyum dan keramahan mereka membuat kami mau menerima keinginan mereka untuk menjadi tetangga baru kami. kami pun dengan rela berbagi segala makanan dengannya. Tapi keegoisan dan ketamakan telah membuang jauh rasa terima kasih mereka. Mereka mulai mendirikan kotak-kotak besar di tanah kami, menyembelih habis sanak saudara serta mengusir pergi tetangga-tetangga baik kami, hanya demi kata yang mereka teriakkan ( PEMBANGUNAN!!)” Keluh bakau.
Raja pun termangu dengan tatapan haru dan sedikit kekecewaan.

Dihadapkan kenbali kepada raja, seorang penduduk dari wilayah tengah kerajaannya.
“ Sujud hamba yang mulia, panggil hamba SUNGAI. Kehidupan kami mulai tak tenang dengan hadirnya pendatang baru yang pada awalnya baik dan menyenangkan. Kami sediakan bagi mereka makan dan minum dari usus kami, namun mereka balas dengan menyumpalkan sampah dan limbah di mulut kami.
Mata kami jadi tak sejernih dahulu, kini pekat dan berbau. Rongga dada kami tak luas lagi kini sesak dan sulit bernapas. Terlalu seringnya kami menangis hingga terkadang kering dan tragis” Keluh sungai.
Sang raja terharu dan lebih kecewa.

Masih dari wilayah tengah kerajaannaya. Dihadapkan lagi seorang penduduk.
“ Sujud hamba yang mulia, nama hamba TANAH. Remuk rasanya tubuh ini menahan bobot mereka, belum lagi harus menahan berat dari kotak-kotak raksasa yang terus mereka bangun lebih tinggi,banyak dan menumpuk. Tak cukup dengan tinggal dan makan dari hasil apapun yang mereka tancapkan di tubuhku. Kini mereka menguak dan mengobok-obok apa yang ada di dalam perutku. Walau darahku muncrat dan bersimbak menenggelamkan apa yang hidup diatasnya, tak jua membuat mereka sadar” Keluh tanah.

Dihadapkan lagi salah seorang penduduk dari wilayah barat kerajaannya.
“ Sujud hamba yang mulia. Hamba adalah HUTAN, seperti nama yang diberikan kepada kami, hijau dan rimbun. Namun kini tiada lagi kehijauan yang tampak serta kerimbunan yang menjadi tempat tinggal tetangga-tetanggaku. Karena adanya mahkluk dengan pemotong mesin yang bersuara berisik di tangan mereka. Satu persatu saudaraku di penggal hingga jatuh terkapar tiada berdaya. Tetanggaku pun tiada mampu membela, hingga sebagian dari mereka diburu dan di perjual belikan. Kini rimbun tiada lagi, semua telah menjadi lahan kosong tempat kami terkubur mati” Keluh hutan.

Satu persatu keluhan penduduk telah didengar sang raja.
Raja MATAHARI pun bangkit dari singgasananya dan berdiri tegak dihadapan penduduknya dengan tatapan panas membara terlukis di matanya.
“ Telah kudengarkan keluh dan kesah kalian wahai penduduk kerajaanku. Sekarang kembali lah ke tempat tinggal kalian masing-masing. Tunjukkan kepada mereka kemarahan kalian, tenggelamkan mereka kedalam lautan, hanyutkan dengan air kalian segala apa yang mereka bangun. Rubuhkan kotak-kotak raksasa mereka dan kubur hidup-hidup dengan tanahmu jasad serta segala yang mereka banggakan. Biarkan penghuni hutanmu memakan dan mencabik-cabik daging mereka.
Agar mereka tau arti kemarahan kalian. Bila itu tak jua menyadarkan mereka, maka kan ku bakar mereka sekejap menjadi abu seperti halnya hati mereka yang sudah dibakar habis oleh ego dan ketamakan!!” Titah sang raja.

kunang-kunang pulau seberang



Belum juga ia turun dari atas gedung rumah bertingkat itu. Matanya masih berair, duduk sembari mengelus betisnya yang merah menyala. Sesekali terdengar sedu, menahan perih dari dera yang terpahat dikulitnya.
Pandangannya menerawang jauh menembus kelamnya malam tanpa rembulan, tapi tak mampu menembus hitam dari hitamnya hati mereka sang penyiksa.
Dermaga itu….
Tampak gagah dengan mercusuar yang menjulang kelangit gelap.
Menjelma menjadi impian yang sulit tersentuh. Mencoba berlari melompati pagar tapi sungguh tak ada daya, pagar rumah itu lebih tinggi dari harapan yang pernah ia iktiarkan saat pertama kali melangkah turun di pulau ini.
Hanya segenggam harapan,semoga dipulau ini ia bisa merubah kehidupan menjadi lebih baik. Tak banyak pilihan pekerjaan yang ditawarkan padanya yang hanya seorang perempuan yang tak lulus SMP.

Seberkas sinar kelip-kelip perlahan mendekati
“wahai manusia, apa yang sedang kau lakukan di atas sini?”
“aku sedang bersembunyi dari segala dera dan siksa yang menantiku dibawah. Aku tak sanggup menghadapi ini” perempuan itu menempatkan rapat kedua lututnya ke dada.
“aku sering berkeliaran disini, memancarkan cahaya kelip-kelip sebagai tanda peringatan sebab seringnya aku mendengar tangisan, raungan dan ratapan ditiap malam-malam tanpa rembulan seperti ini. diatas sini kau takkan temukan apa-apa, hanya hamparan langit gelap. Jadi sebaiknya kau turun saja” sayapnya berkepak dan berdenging ditelinga.
“aku takkan turun, biarkan aku disini hingga pagi. Kamar dibawah tidak cukup aman bagiku. Bila malam seperti ini, pintu tersebut sering sekali diketuk. Pria paruh baya yang kupanggil ‘tuan’ selalu mencoba masuk. Aku tak mau hal seperti dulu terulang lagi, saat pintu kamarku lupa dikunci” perempuan itu menadah keatas, diwajahnya tersirat rasa jijik dan benci yang diselubungi ketakutan.
Binatang berkelip itu terbang menari mengitarinya, mencoba memandikannya dengan cahaya. Itu bukan noda!! itu luka-luka yang akan terus membekas ditubuhnya. Binatang berkelip itu sudah tak terlihat lagi, cahaya nya padam ditelan sinar yang benderang saat matahati muncul dari ufuk timur. Perempuan itu kemudian melangkah turun menggunakan tangga bambu yang semalaman menunggu.

Waktu berlalu mengganti hari. Dimalam ini perempuan itu kembali menaiki genteng, tapi terasa sulit baginya karena kakinya yang bengkak dan berdarah. Tak lama binatang berkelip itu datang lagi menghampirinya. Binatang itu terkejut saat cahaya menyentuh wajah dan seluruh tubuh perempuan itu. Pipinya yang lembam membiru, pelipis yang bengkak sebesar bola ‘golf’ mensipitkan mata nya yang merah berair, bibirnya tampak pecah dan berdarah. Tak tersembunyikan pula luka bekas sulutan rokok disekujur tangannya.
“aku ingin mati! Mungkin dengan menggantung diri atau mengiris nadi, tidak dengan siksaan yang membuatku merasakan mati yang berkali-kali. Tapi aku ingat Tuhan? Yang pastinya membenci semua tindakan bunuh diri” wajah perempuan itu tampak makin sembab.
“apa yang terjadi padamu dibawah sana?”
“sesuatu yang takkan mau dialami orang lain. Pukulan dan siksaan yang selalu kuterima sebagai tempat pelampiasan kekesalan mereka setiap kali aku dianggap salah. Kehidupan anjing peliharaan, serasa lebih terhormat daripada kedudukanku dimata mereka!. Perlakuan kasar yang kuterima membuat jiwa tak mampu menjerit, hanya bisa mengerang menahan sakit”. Perempuan itu mengeluh kesah.
Binatang berkelip itu menurunkan frekuensi kepakan sayapnya, lalu hinggap diatas lutut perempuan tersebut.
“aku ingin kesana! Kembali pulang kenegeriku diseberang lautan” tangan kanan perempuan itu menunjuk kearah dermaga.
“tak banyak yang bisa binatang kecil seperti aku lakukan untuk membantu, selain memberi seberkas cahaya dan sayap kecil yang ku punya. Mungkin bisa membawamu terbang, walau ku tak tau sampai seberapa jauh”.
Binatang berkelip itu beralih terbang ketelapak tangan perempuan tersebut. Ia melepas sepasang sayapnya lalu langit berubah secara drastis, rembulan muncul dari balik awan dan menerangi seluruh kota.
Terang bulan…
Ternyata tak hanya perempuan itu yang sedang berada diatap rumah, tapi banyak perempuan-perempuan lain yang juga terlihat tengah berbicara dengan seekor binatang berkelip diatap masing-masing rumah dipenjuru kota itu.
Tak lama setelah melepaskan sayapnya, cahaya binatang tersebut pun perlahan meredup dan padam.
“terima kasih wahai binatang kecil” ucap perempuan itu sembari memasangkan sayap pemberian tersebut ke punggungnya.
Perempuan itu kemudian berlari dan melompat dari atas atap rumah, begitu juga yang dilakukan oleh perempuan lainnya. Mereka terbang saat sayap kecil tersebut berhasil terkepak. Mereka terbang menjauh meninggalkan kota menuju dermaga dan melintasi lautan, tapi sayang.. sayap tersebut ternyata tak mampu membawa mereka lebih jauh lagi. Akhirnya mereka jatuh satu persatu di tengah lautan dan tenggelam didasar kegelapan yang paling dalam bersamaan dengan purnama yang padam ditelan malam.
Mereka menjelma menjadi kunang-kunang yang berkelip-kelip keluar dari lautan dan terbang menghiasi malam-malam dipulau tersebut.
Semua rintihan tangis dan keluh kesah mereka kini tiada pernah sampai menyentuh daratan hati sanubari para penguasa negeri. Kini tenggelam dalam hitam kisah mereka sendiri.

aku anak bangsa, bapakku presiden


entah mengapa akhir-akhirr ini aku kebanyakan mendapat inspirasi buat nulis cerita yang bertema kan sosial?
Apa mungkin karena aku lagi nggak terlalu memikirkan masalah percintaan (maklum lagi ngejomblo...)
jadi, buat parakancil diblog ini untuk beberapa halaman kedepan maka yang ada hanya tulisan yang bernuansakan sosial. ni dia judul yang pertama ceck it dot!!



Aku anak bangsa, bapakku presiden!!


Matahari terlalu dekat di kepala ku. Deru mesin kendaraan bermotor yang berlalu-lalang memekakan telinga.
Seperti ikan-ikan dalam aquarium penuh, semua manusia sejenisku berdesakan untuk sekedar bernapas. Yang katanya udara segar tak berwarna dan hanya mampu dirasa, kini menjelma menjadi noda hitam yang berselubung dan berhamburan . ironinya semua kesejukan kini sekedar menjadi legenda yang telah disiapkan untuk anak cucu kelak.

Dibawah halte yang jelas sekali tak terawat, ku layangkan mata mencari celah diantara keramaian.
Para pengemis tua, pengamen jalanan, pedagang rokok dan anak-anak penjajak koran di jadikan tontonan sedih.
Mataku tertuju pada salah seorang anak diseberang jalan, tertunduk lemas ditrotoar sambil menggenggam tumpukan Koran, sesekali terlihat helaan napas didadanya.
Kuhampiri dirinya sembari menyodorkan uang 10 ribuan.
“ini buat kamu”
Anak itu terkejut yang kemudian menatapku.
“abang mau beli Koran?”ucapnya polos.
“tidak usah, saya hanya memberikan uang ini buat kamu?”
“oh.. terima kasih bang..” dengan raut wajah gembira ia menerima pemberianku.
Tak ingin cepat beranjak, akupun duduk disebelahnya.
“kamu tidak bersekolah?”
“ tidak lagi bang, orang-orang seperti aku cukupnya hanya mengenal uang, itupun hanya antara uang seribuan sampai dua puluh ribuan saja.”
“kamu tidak punya orang tua?”
“ada bang, tapi Bapakku orangnya sibuk. Dia memikul tanggung jawab atas para penduduk yang jumlahnya kurang lebih 231 juta jiwa. Jadwalnya yang padat membuat Bapak sering tak memperhatikan aku lagi. Dipersimpangan ini, aku sering menunggu dan berharap semoga Bapak melintas dan singgah sebentar untuk membawaku keluar dari dunia papan catur ini. Tapi kenyataan nya sungguh berbeda, beberapa waktu lalu bapak pernah melintas di jalan ini, tapi malang seminggu sebelumnya kami malah disembunyikan di balik baju dinas para anak buahnya yang meneriakkan PENERTIBAN!!. Walau hanya mengintip, tapi tetap ku bisa merasakan kehadiran Bapak didalam mobil Mercedes-benz tipe S600 keluaran tahun 2008 yang katanya merupakan kendaraan lapis baja yang tahan terhadap serangan senjata.
Andai bapak dikala itu mau membuka kaca mobilnya, tentu aku akan berlari, melompati gedung-gedung tinggi dan melambaikan tangan sembari berteriak kearahnya agar ia bisa menyadari akan keberadaanku disana” ungkapnya.

Fenomena merebaknya anak jalanan merupakan persoalan yang komplek. Hidup menjadi anak jalanan sebenarnya bukanlah pilihan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas. Namun, perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif.

Aku terdiam dan terkagum pada anak yang berbaju lusuh dan bertampang dekil itu.
“apa kamu tidak marah dengan Bapak mu?” tanyaku lagi.
“tidak bang.. aku tidak marah. Mungkin memang seperti inilah cara Bapak memeliharaku. aku hanya menangis disaat merasa sakit, dan disaat ini bagaimana saya bisa menangis? Bapak saja tidak pernah menemuiku apa lagi memukulku. Air mata ini tidak akan sempat menetes, keburu kering disengat matahari dan keburu beku didera dinginya malam. Sebenarnya ingin kuhadiahkan gulungan kertas yang berisikan nilai-nilai prestasi atau mungkin medali emas dan perak yang membanggakan. Tapi tentu langkahku tak sejauh itu, ku hanya mampu menunjukkan tarian jalanan, nyanyian peminta belas kasihan dan mungkin harus menabrakkan diri ke tiap kendaraan hanya untuk mendapatkan sedikit perhatian”

Aku mulai merasa iba.
“Bapak kamu sekarang dimana, biar abang temui dia..” tanyaku dengan nada gerah.
Anak tersebut malah kembali tersenyum, kemudian memperhatikan diriku yang saat itu hanya mengenakan kaos dan celana jeans.
“mmm.. tidak mungkin bang?” jawabnya ketus.
“lo.. mang kenapa?”
“abang membutuhkan jas hitam dengan dasi yang tersimpul rapi, sepatu kulit yang berseri serta meninting tas hitam yang berisikan berkas-berkas pengaduan dan aspirasi rakyat (terkadang berisi Playstation portable juga). Kemudian berkumpul di dalam gedung hijau yang besar dan megah itu , lalu mulai tersenyum palsu dan melobi lah pada kalangan-kalangan berkedudukan melalui berbagai organisasi yang mementingkan keuntungan pribadi, barulah kemudian abang menjadi pantas menemuinya”

Semua pernyataannya membuatku bingung.
.“memangnya siapa sich kamu?” tanyaku ketus
Anak itu kemudian berdiri dihadapanku dengan menempatkan koran dagangan didada nya dan kemudian berkata
“aku adalah anak Bangsa, Bapakku Presiden!” jawabnya tegas dan polos sembari berlari dan membaur bersama kebisingan dan kemacetan saat itu.

Seminggu kemudian aku kembali ketempat itu mencari keberadaan anak penjajak koran tersebut, namun tak jua kutemukan. Yang kudapat hanya sayup-sayup kabar dari seorang wanita tua dekil yang membawa keranjang sampah di pundaknya.
“kemarin.. ada salah seorang anak jalanan yang biasa menjual koran dipersimpangan ini tewas tertabrak mobil” ucap wanita tua itu.