Kamis, 10 Februari 2011

hakekat di kerajaan bundar

Hingar bingar di sebuah istana yang tinggi menjulang di langit , berada di atas hamparan negeri kekuasaan raja MATAHARI yang di kenal tegas dan wibawa.
Dari balik gerbang istana terdengar suara gaduh yang tak lain berasal dari kerumunan penduduk yang saling berdesakan untuk dapat masuk kedalam istana dan menemui sang raja.
Masing-masing mereka telah membawa berbagai keluhan yang sudah di pikul jauh dengan berjalan kaki, hanya untuk sekadar mengadu kepada baginda besar raja MATAHARI pemimpin negeri atas apa yang sedang mereka alami.
Muncul dihadapan raja, salah seorang hulubalang kerajaan menyampaikan sebab kegaduhan yang terjadi di luar gerbang istana.
“ Sujud hamba yang mulia, adapun sebab kegaduhan yang terjadi di luar istana adalah kerana banyaknya penduduk yang berdesakan ingin masuk untuk bertemu dengan baginda raja sekedar menyampaikan keluhan mereka” Lapor hulubalang.
“ Wahai pengawalku, ijinkan mereka masuk menemuiku satu persatu dimulai dari penduduk pelosok wilayah tertimur kerajaanku” Titah sang raja.
Hulubalang pun segera melaksanakan titah sang raja.

Dihadapkan kepada sang raja seorang penduduk dari wilayah tertimur kerajaannya.
“ Sujud hamba yang mulia, hamba adalah BAKAU. Mulanya kami adalah rumpun penduduk yang berdiri tegak di pinggiran pantai dengan tangan-tangan kami menjalar Jauh merasuk kedalam endapan lumpur hingga mampu menahan ganasnya terjangan ombak lautan. Rimbunnya rambut hijau kami menjadi naungan tempat tinggal para tetangga untuk dapat berkembang biak. Namun ketenangan dan kedamaian kami mulai terusik sejak hadirnya pendatang baru yang menamai diri mereka MANUSIA.
Senyum dan keramahan mereka membuat kami mau menerima keinginan mereka untuk menjadi tetangga baru kami. kami pun dengan rela berbagi segala makanan dengannya. Tapi keegoisan dan ketamakan telah membuang jauh rasa terima kasih mereka. Mereka mulai mendirikan kotak-kotak besar di tanah kami, menyembelih habis sanak saudara serta mengusir pergi tetangga-tetangga baik kami, hanya demi kata yang mereka teriakkan ( PEMBANGUNAN!!)” Keluh bakau.
Raja pun termangu dengan tatapan haru dan sedikit kekecewaan.

Dihadapkan kenbali kepada raja, seorang penduduk dari wilayah tengah kerajaannya.
“ Sujud hamba yang mulia, panggil hamba SUNGAI. Kehidupan kami mulai tak tenang dengan hadirnya pendatang baru yang pada awalnya baik dan menyenangkan. Kami sediakan bagi mereka makan dan minum dari usus kami, namun mereka balas dengan menyumpalkan sampah dan limbah di mulut kami.
Mata kami jadi tak sejernih dahulu, kini pekat dan berbau. Rongga dada kami tak luas lagi kini sesak dan sulit bernapas. Terlalu seringnya kami menangis hingga terkadang kering dan tragis” Keluh sungai.
Sang raja terharu dan lebih kecewa.

Masih dari wilayah tengah kerajaannaya. Dihadapkan lagi seorang penduduk.
“ Sujud hamba yang mulia, nama hamba TANAH. Remuk rasanya tubuh ini menahan bobot mereka, belum lagi harus menahan berat dari kotak-kotak raksasa yang terus mereka bangun lebih tinggi,banyak dan menumpuk. Tak cukup dengan tinggal dan makan dari hasil apapun yang mereka tancapkan di tubuhku. Kini mereka menguak dan mengobok-obok apa yang ada di dalam perutku. Walau darahku muncrat dan bersimbak menenggelamkan apa yang hidup diatasnya, tak jua membuat mereka sadar” Keluh tanah.

Dihadapkan lagi salah seorang penduduk dari wilayah barat kerajaannya.
“ Sujud hamba yang mulia. Hamba adalah HUTAN, seperti nama yang diberikan kepada kami, hijau dan rimbun. Namun kini tiada lagi kehijauan yang tampak serta kerimbunan yang menjadi tempat tinggal tetangga-tetanggaku. Karena adanya mahkluk dengan pemotong mesin yang bersuara berisik di tangan mereka. Satu persatu saudaraku di penggal hingga jatuh terkapar tiada berdaya. Tetanggaku pun tiada mampu membela, hingga sebagian dari mereka diburu dan di perjual belikan. Kini rimbun tiada lagi, semua telah menjadi lahan kosong tempat kami terkubur mati” Keluh hutan.

Satu persatu keluhan penduduk telah didengar sang raja.
Raja MATAHARI pun bangkit dari singgasananya dan berdiri tegak dihadapan penduduknya dengan tatapan panas membara terlukis di matanya.
“ Telah kudengarkan keluh dan kesah kalian wahai penduduk kerajaanku. Sekarang kembali lah ke tempat tinggal kalian masing-masing. Tunjukkan kepada mereka kemarahan kalian, tenggelamkan mereka kedalam lautan, hanyutkan dengan air kalian segala apa yang mereka bangun. Rubuhkan kotak-kotak raksasa mereka dan kubur hidup-hidup dengan tanahmu jasad serta segala yang mereka banggakan. Biarkan penghuni hutanmu memakan dan mencabik-cabik daging mereka.
Agar mereka tau arti kemarahan kalian. Bila itu tak jua menyadarkan mereka, maka kan ku bakar mereka sekejap menjadi abu seperti halnya hati mereka yang sudah dibakar habis oleh ego dan ketamakan!!” Titah sang raja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar