Senin, 04 April 2011

serupa kami

Bila dirimu bercerita tentang kemewahan
O, mungkin dia, bukan aku. walau tampangku rupawan
Hanya umbi-umbian di tanah subur kesederhanaan
Yang tumbuh dari siraman air hujan

Bila dirimu bercerita tentang berjas hitam rapi
O, mungkin dia, bukan aku. ku lelaki yang tak berdasi
Berbalut kejujuran yang kujahit sendiri
Menjadi peredam panasnya matahari

Kami serupa, walau tak benar-benar serupa
Disaat benar-benar telanjang tanpa materi

Bila dirimu bercerita tentang kesempurnaan
O, mungkin dia, bukan aku. walau kilauku menawan
Kilau yang bukan dari materi
Kilau dari kesungguhan cinta didiri

Kami serupa, walau tak benar-benar serupa
Disaat kami menangis mengeluarkan air mata

Langit yang menaungiku
Tak sepenuhnya menaungiku
Ia juga menjadi payung bagi semesta ini

Angin yang mendesahku
Tak sepenuhnya mendesahiku
Ia juga memberi gairah bagi segala jiwa yang gerah

Mengapa engkau masih bimbang?
Memikirkan standarisasi atas dirimu sendiri
Menjadikanmu angkuh atas kecantikan

Kami serupa walau tak benar-benar serupa
Saat berpeluh dikala matahari menggerayangi

Bila dirimu bercerita tentang kekurangan manusia
Itulah aku, bukan dewa atau raja bertahta
Hanya se-onggok daging bernyawa
Dengan akal sedang bermunajat tentang cinta

Bila dirimu bercerita maka hilangkanlah perbandingan
Karena kami serupa walau tak benar-benar serupa

Kini mampukah kau memilih
Diantara kami yang abu-abu

istana kapuk

Telentang, telungkup dan telintang
Berantakan ditiap pagi datang
Disana, di istana kapuk…
Semua cita dan cinta terbayang

Walau terkadang keras memeras
Punggung terkaku palagi panas mengganggu
Disana, di istana kapuk…
Letih dan penat sandarkanlah berlalu

Melukis abstrak di dinding
Hasil karya lelap dimimpi indah itu
Disana, di istana kapuk…
Apapun yang kan terjadi berawal

Terbius aroma malam yang bisu
Tergoda hamparan awan yang merayu
Disana, di istana kapuk…
Merebahlah ego diseputaran waktu

Tak lah dengan kaki kini berjalan
Tak pula dengan mata kini melihat
Disana, di istana kapuk…
Imajinasi mengarungi samudera yang tampak nyata

Kan tetap tinggal didalam semu
Andai saja ayam jantan tak mematukmu
Disana, di istana kapuk…
Betapa waktu cepat meninggalkanmu

nur efendi