Selasa, 04 Januari 2011

curhat dadakan


‘tel… bangun. Antarin dulu ayah kerja’ ucap ayahku.
Dengan mata yang masih mengantuk dan dengan pikiran yang masih terpaut dengan mimpi indahku malam tadi. Aku beranjak dari tempat tidur dan segera mencuci muka di kamar mandi. Kunyalakan sepeda motor dan melaju mengantarkan ayahku yang dengan tenang duduk di boncengan. Cukup 15 menit untuk tiba di tempat kerjanya. Setelah ia turun akupun tancap gas kembali. Tiba di persimpangan jalan yang hampir sampai di gang rumahku seorang polisi lalu lintas menghentikanku di jalan dan memintaku untuk menepi.
‘pritt….’ Bunyi peluit.
‘selamat pagi pak.. bisa tunjukkan surat-surat kendaraan nya?’ pintanya padaku.
Dengan wajah tegang, akupun menunjukkan STNK saja(saat itu SIM ku belum diurus)
Lalu polisi tersebut membawaku ke pos nya diseberang jalan itu.
‘anda telah malanggar aturan dalam berlalu lintas, yaitu anda tidak menggunakan helm serta tidak memiliki SIM. Maka anda akan di tilang’ ucapnya tegas.
‘mmmm… gawat ni kalo ditilang, urusannya bisa lama. Sedangkan kondisi keuanganku lagi seret dikala itu’ ucapku dalam hati.
Aku mencoba memikirkan cara yang tepat, cepat dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya buat bisa menggagalkan niatan polisi tersebut untuk memberikan surat tilang.
Lalu dengan muka memelas kuhampiri polisi tersebut.
‘Maaf pak.. tolong jangan ditilang. Bukan maksud saya untuk tidak memakai helm, baru seminggu yang lalu helm saya hilang di loker tempat kerja saya. padahal tu helm baru saja saya beli dari hasil gajian saya bulan lalu. Dan saya mengetahui kalau penggunaan helm itu sungguh sangat penting dan berguna untuk menjaga keselamatan kepala kita bila terjadi benturan saat kecelakaan. Karena kalau bukan kita sendiri yang melindungi diri kita lalu siapa lagi.. ya kan pak? Tapi Walau tanpa mengenakan helm, saya tetap harus mengantarkan ayah saya ketempat kerjanya seperti di pagi ini.maklumlah pak, orang tua saya tidak memiliki kendaraan lagi buat bekerja dan saya bisa jadi anak yang durhaka kalau sampai tidak mau mengantarkan ayahnya sendiri. Kalau mengenai SIM, saya sudah punya rencana bakal mengurusnya di akhir bulan dan tentunya mencari waktu off kerja, Sebab hanya disaat itulah saya baru mendapatkan uang dan bisa langsung mengurusnya. Sebab prosedur pengurusan SIM memerlukan waktu yang tidak sebentar.
Gaji saya tidak cukup besar untuk mengurus semua keperluan sekaligus. Belum lagi uang bulanan sepeda motor saya yang sudah mendekati tenggat waktu pembayaran. Kalau ampek terlambat maka sepeda motor saya bisa ditarik Showroom...Kemarin sore, saya juga hampir ditilang disini. Alhamdulillah.. pak polisi baik tersebut mau diajak berdamai. Tapi kalau sekarang ini saya bingung harus berdamai dengan cara bagaimana, karena uang didompet saya juga tidak ada lagi (sembari membuka dompet dan menunjukkan isinya yang memang tidak ada). Kalaupun bapak tak mau sedikit memberi kemudahan dengan memaafkan kesalahan saya dan tetap mau menilang, saya sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Mungkin menurut Bapak kesalahan saya sudah terlalu besar dan tidak mungkin lagi bisa mendapatkan toleransi,Karena sungguh itu sudah menjadi tugas Bapak untuk menegur dan memberi sanksi terhadap masyarakat yang tidak mematuhi aturan dalam berkendaraan dan walau saya tidak tau sampai kapan baru bisa membayar biaya tilang tersebut. Andaipun nantinya saya memiliki uang, saya justru malah bingung harus mendahulukan yang mana, membeli helm,membayar tilang atau mengurus SIM dulu.. yang saya harapkan hanya rasa simpatik Bapak atas……..’
‘sudah…. Sudah… sudah…, ni ambil STNK mu!!’ ucap polisi tersebut memotong bicaraku yang belum selesai.
‘alhamdulillah… makasih ya pak?’ ucapku sembari tersenyum manis dan berjalan tenang keluar.
Baru sebentar keluar pintu,akupun kembali masuk menjumpai pak polisi itu lagi.
‘maaf pak.. nanti saya harus mengantarkan makan siang ayah saya dan pastinya lewat sini lagi. Jadi…. Tolong jangan ditangkap ya pak???
‘yaudah.. sana pergi kau!!’ bentaknya.




(Terinspirasi dari kisah nyata temenku)


Nur efendi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar