Rabu, 05 Januari 2011

cinta bola kaca




Langit yang gelap dibalut dingin suasana malam disepanjang jalanan di kota. Ku bawa ia di tempat makan pinggir jalan. Hati yang masih kacau-balau mencari kepastian atas ucapannya di telepon kemarin malam.
“Tri.. abang ingin tau alasan mengapa engkau meminta untuk mengakhiri hubungan ini?”
“maaf kan Tri bang. Kan sudah Tri beritahu alasannya. Tri nggak bisa ngejalani hubungan jarak jauh seperti ini. Rasa curiga ,cemburu dan sepi terkadang datang beriringan dengan rasa rindu yang menghantui”
“tapi hal semacam itu sudah pernah kita bicarakan,dasar kepercayaan dan kejujuran yang kita pegang akan mampu menepis semua keraguan. Masalah tersebut tidak cukup besar untuk dijadikan alasan putus” ucapku meyakinkan sembari memegang tangannya.
Sejenak ia terdiam lalu menatapku.
“memang bukan itu saja yang menjadi alasan keputusan ini. Mantan pacar Tri beberapa hari lalu datang dan meminta untuk balikkan lagi, begitu juga dengan ayah yang sepertinya lebih menyetujui Tri berhubungan lagi dengannya”
Sentak ku lepaskan genggaman tangannya.
Gemuruh serasa menderu dihatiku,langit seakan runtuh menimpahku dan rasa sakit ini menyesakkan dada.
“inikah rasanya di jadikan pelariaan cinta?”ucapku sedu.

Sebulan berusaha menerima dan memahami kenyataan pahit ini menimbulkan sepi dan rindu akan kehadiran seorang kekasih.
Pertemuaan dengan Ida, wanita yang di kenalkan oleh temanku mungkin saja dapat mengobati luka dihati. Setelah menjalani hari-hari dengannya dalam status pacaran,tak jua kudapatkan perasaan yang bisa melebihi rasa sayangku seperti pada Tri. Hingga kuputuskan untuk mengakhiri hubungan dengannya.
Kucoba mengarungi samudera cinta kembali,kulabuhkan sejenak di hati-hati mereka.

Pipit namanya, gadis manis dengan postur mungil itu sempat mencuri perhatiaanku. Kesibukkan dalam mengejar cintanya sejenak membuat ku lupa akan bayang-bayang Tri.akhirnya kudapatkan hatinya, namun sifat posesifnya muncul dan ini menimbulkan kegerahan padaku dan memaksaku untuk mengakhiri hubungan pacaran dengannya.

Tak berlangsung lama kesendiriaan ini, berawal dari pertemuaan secara tak sengaja dengan Rini menimbulkan rasa suka dan cinta yang akhirnya berlanjut dalam status pacaran.
Entah ada angin apa,setelah sekian lama Tri kembali menghubungiku. Komunikasi ini kembali menguak semua rasa yang telah coba ku pendam jauh didasar hati. Tutur katanya yang dulu begitu memikatku kini kembali merasuki.
Komunikasi yang terjalin seolah memberi sedikit harapan untuk kembali.
Hal ini membuatku mengabaikan kehadiran Rini yang sekarang telah menjadi pacarku.
Perubahan sikap yang terjadi telah menimbulkan kecurigaaan pada diri Rini.
Suatu hari Rini menemukan pesan dikotak masuk handpone ku, apes nya? aku lupa menghapus pesan sms dari Tri. Kejadiaan itu mengakibatkan pertengkaran besar yang berpengaruh pada hubungan kami.
“Rini sekarang mengerti apa yang membuat abang berubah beberapa hari ini. Rini takkan menyusahkan abang dengan mengajukan pilihan, karena Rini yang akan memberikan keputusan sendiri yaitu sebaiknya kita putus!!”
Semua ini mengejutkan diriku namun akupun juga tak mampu berbuat apa-apa untuk merubah keinginannya itu.
Komunikasi dengan Tri terus ku lakukan dan beberapa kali kami sering janjian buat ketemuan lagi.

Namun beberapa hari ini Tri sangat sulit dihubungi, nomer teleponnya tidak pernah aktif. Hal ini menimbulkan kegundahan dihatiku. Hingga akhirnya aku mendapatkan kabar dari temannya bahwa Tri akan menikah bulan depan.
Kabar itu sungguh perih menyayat hati, menghempaskan semua rasa dan meludahiku untuk kedua kali nya.


Untuk beberapa hari setelahnya, tak sembarangan kuterima cinta dan tak mudah ku mengungkapkan cinta pada wanita yang tertarik padaku, sampai benar-benar ku yakin mencintainya. agar kelak, ku tak menyakiti mereka.
Luka yang kuterima, ku anggap sebagai balasan yang pantas atas perbuatanku yang juga pernah menyakiti mereka.
Cintaku seperti bola kaca, yang menggelinding tak tentu arah dan akhirnya pecah.
“bila kutemukan nanti, maka takkan kusakiti lagi seseorang yang benar tulus mencintaiku..” ucapku dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar