Selasa, 04 Januari 2011

kelas jahil (kertas, uang, kopi dan .....)


Bagaikan memiliki fasilitas AC di ruang kelas, udaranya yang membelai wajahku seakan membawa anganku melayang jauh menikmati suasana pantai yang biru dengan deburan ombak menghempas bebatuan karang.
‘brurrrrr…’ ombaknya menghempas, menyadarkanku bahwa sebenarnya aku sedang berada diruangan kelas ( pantesan banyak siswa yang berebut tuk dapat tempat duduk di dekat jendela?)
‘ selamat siang anak-anakk!’ guru pelajaran tehnik gambar memasuki ruang kelas.
‘siang pak!” sahut kami beramai-ramai.
‘Pudun… bagikan kertas ini ke teman-temanmu.’
‘ baik pak…’ jawab Pudun( nama ketua kelasku)
Seperti biasanya, itu adalah kertas contoh skema bahan yang harus kami gambar dengan skala yang lebih besar pada kertas A4 yang sebelumnya telah ditandatangani guru tersebut. Agar diketahui, harga perlembarnya Rp500 ( yg mahal tanda tangannya, dah cem artis aja tu guru!). Andai saja pelajaran tehnik gambar ini seperti pelajaran menggambar tingkat SD dulu pasti akan lebih mudah, tinggal corat-coret,lingkar sana-sini, zig-zag, dan arsiran lalu jadilah gambar pemandangan pantai dengan gunung dan jalan setapaknya.
Tapi tentiu saja ini sudah pasti berbeda, perlu detail,pemahaman tentang bentuk dan pengukuran yang tepat. Kerumitan inilah yang membuat banyak dari kami harus mengulang untuk menggambar lagi,lagi dan lagi sampai pak guru tersebut menganggap gambar yang kami buat telah benar.
Setelah memberikan tugas, guru itu malah keluyuran pergi kekantin yang terletak tak jauh dari ruang kelas kami dan meninggalkan minuman the manis dan tas kerjanya yang berisikan setumpuk kertas A4 kosong di atas meja. Hal ini dimanfaatkan baik oleh kami. Dikomandoi Pudun sebagai pimpinan misi penting ini.
‘ woi!! Gimana keadaan diluar?’ tanyanya pada dua orang siswa yang bertugas di pintu kelas untuk mengawasi keberadaan guru tehnik gambar tersebut.
‘ AMAN…’ sahut mereka bersamaan, sembari menunjukkan jempol mereka.
Seketika itu juga, meja guru tersebut di serang. Para siswa telah berkerumunan disana, mereka berusaha untuk mengganti nilai tugas mereka minggu lalu, dengan sedikit sentuhan artistic yang berdaya seni tinggi, mereka mampu merubah angka 6 dan 5 menjadi nilai 8 bahkan ada yang menambahkan nilai koma 5 dibelakangnya karena merasa masih belum puas.
Aku dan ada beberapa teman lainnya tak perlu melakukan hal itu, sebab tanpa dirubah pun nilai kami sudah cukup baik ( hee.. he.. kesombongan yang memuncak)
Tapi sebagai murid yang solider, akupun ikut ambil bagian dalam penggelapan beberapa lembar kertas A4 yang juga ada di dalam tas tersebut.
‘ daripada harus bayar Rp500..’ ucapku dalam hati.( maklum.. uang saku siswa dimasa itu belum sesuai dengan OMS atau ongkos minimum siswa)
‘Mmmm.. dasar apes!’ ucapku setelah mengetahui ternyata kertas tersebut belum ditanda tangani.
Tak kehabisan akal, aku pun meminta bantuan pada teman sebangku. Budi namanya, ia memiliki kemampuan analitis dan kreatifitas dengan tingkat keakuratan 0,05%( ha..ha.. cem jangka ukur aja!)
Ia bisa meniru dengan akurat tanda tangan guru tersebut( mungkin saja nantinya ia bisa bergabung dalam sindikat pembobol rekening dengan tehnik pemalsuan tanda tangan.. ha..ha.. canda bud?).
Ternyata tak hanya misi perubahan nilai dan penggelapan kertas gambar yang mereka lakukan, tapi juga ditambah aksi balas dendam. Beberapa murid yang jengkel, benci, atau sekedar tak suka melihat tampang guru tu yang cuek, berani mencampur minuman guru tersebut dengan kapur tulis dan beberapa resep iseng lainnya yang mereka dapati disekitar ruangan kelas tersebut. Dengan beberapa ucapan mantra yang dibacakan sambil mengaduk minuman agar tercampur dengan rata( macam dukun lah gayanya…)
Tak lama berselang pak guru itupun kembali keruangan kelas.
‘ sudah selesai tugasnya??’ ucapnya sembari langsung saja meneguk teh manis tersebut. Ia sempat berhenti meneguknya, mungkin ia merasakan keganjilan pada minumannya.
Jantung kami pun berdegub tak beraturan karena ketakutan, kalo saja bapak itu curiga dan memeriksa zat kapur yang mengendap di minumannya maka kami bakal kena hukuman berat.
Tapi karena mantra yang telah kami bacakan sebelumnya membuat rasa curiganya hilang dan akhirnya keambali meminumnya hingga habis.
Rasa cemas pun mendadak berubah menjadi ceria.
Sebagian murid tertawa kecil dan sebagian lagi wajahny memerah menahan tawa
( mmm… dasar murid tak berbakti).
Bila kelak guru tersebut terserang TBC, mungkin kamilah yang harus bertanggung jawab.
Tapi syukurnya guru tersebut malah tampak lebih sehat. Amin…
(berarti guru nya yang harus berterima kasih atas ramuan kami. Hee… hee)




Mohon maaf,
Tidak ada maksud menyinggung atau melecehkan siapapun dalam catatan ini.

Nur efendi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar